BerandaBudayaPesona Kesenian Tradisional Kuntau...

Pesona Kesenian Tradisional Kuntau di Daerah Hulu Sungai Selatan

Terbaru

KANDANGAN – Rizky 21 tahun, tinggal di desa Tanayung, kecamatan Padang Batung, ia merupakan salah satu pemain kesenian tradisional Kuntau dari grup Jasa Datu kucing Hitam yang diajarkan oleh seorang guru bernama Muliyadi di desa Tanayung, kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Rizky dengan antusias menjelaskan tentang kesenian tradisional kuntau dari daerah Hulu Sungai Selatan, ia mengatakan, masyarakat Kalimantan Selatan memiliki seni bela diri unik yang dikenal sebagai Kuntau atau Bakuntau.

“Seni bela diri kuntau telah menjadi bagian dari budaya Banjar selama bertahun-tahun, beberapa mengatakan bahwa seni ini muncul pada zaman kolonial sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah,” jelasnya.

Lebih lanjut ia menceritakan, beberapa puluh tahun setelah kemerdekaan, seni bela diri ini berkembang menjadi lebih dari sekadar metode pertahanan diri.Gerakan Kuntau juga mengandung makna yang mendalam ketika melebur menjadi sebuah seni, Kuntau adalah seni bela diri tradisional yang berkembang di Masyarakat Hulu Sungai Selatan dan merupakan bagian dari warisan seni Nusantara.

“Seni Kuntau memiliki berbagai aliran seperti Kuntau Bayang, Kuntau Jagau, Kuntau Sinding, dan Kuntau Harimau,” tuturnya.

Seni bela diri Kuntau diajarkan di berbagai kampung dan oleh berbagai perguruan di Hulu Sungai Selatan, jurus-jurus Kuntau dapat dilakukan secara individu atau berpasangan, melibatkan gerakan tangan, teknik kuncian, dan penggunaan senjata tradisional. Sejarah Kuntau memiliki akar dari seni bela diri aliran kungfu asal China yang disebut “kungtao,” dan dalam perkembangannya di daerah Tanah Banjar dan Hulu Sungai Selatan, seni ini diberi nama “Kuntau”.

“Guru-guru di berbagai perguruan Kuntau mengajarkan dan melestarikan seni ini, salah satunya adalah Perguruan Jasa Datu, yang merupakan perguruan penting dengan makna khusus. Perguruan Jasa Datu menjadi sumber inspirasi bagi banyak perguruan Kuntau lainnya di daerah tersebut,” terangnya.

Pendekar-pendekar Kuntau yang telah meraih prestasi di berbagai tempat dan mendalami seni bela diri ini sering disorot dalam berita. Mereka aktif dalam Festival Seni Pencak Silat tradisi Kuntau, sebuah acara tahunan yang menampilkan keahlian dan teknik tingkat tinggi dari seni Kuntau.

Rezky juga mengatakan, betapa pentingnya melestarikan budaya dan seni tradisional, dengan harapan bahwa seni budaya seperti Kuntau akan terus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.

“Perguruan Seni Beladiri Kuntau “Kucing Hitam” Tanayung Dalam, kami semua mengajak seluruh kalangan masyarakat baik yang tua dan generasi muda untuk membangkitkan kembali seni beladiri ini di Kalimantan Selatan, khususnya daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan di Desa Tanayung Dalam Kecamatan Padang Batung,” harapnya.

“Karena seni beladiri ini merupakan peninggalan Datu-datu kita yang digunakan dalam membela diri, zaman dulu digunakan untuk mengusir penjajah. Perguruan Kuntau Jasa Datu Kucing Hitam Tanayung didirikan pada tahun 2016 dengan tujuan meningkatkan bakat anak-anak dalam seni beladiri kuntau dan melestarikan seni kebudayaan Kalimantan Selatan. Sebelumnya, kami sama sekali tidak tahu tentang kuntau, setelah mengetahui adanya Perguruan Kuntau Jasa Datu Kucing Hitam, kami mulai belajar bermain kuntau,” tambahnya.

Rezky juga menjelaskan bahwa Perguruan ini terdiri dari sekitar 31 anggota, untuk penampilan dalam acara, pihaknya tidak memiliki jadwal tetap, tetapi setiap tahun pasti ada perlombaan.

“Alat musik yang digunakan dalam bermain kuntau meliputi serunai, babon, gong, dan talinting,Sedangkan senjata yang digunakan mencakup parang, Toya, dan trisula,” katanya.

Adapun persyaratan untuk bergabung dalam perguruan, Rezky mengatakan tidak terlalu sulit, selama ada keinginan dan niat, serta izin dari orang tua, dan kesiapan untuk mengikuti aturan perguruan.

“Dari pengalaman ini, kami merasakan rasa lelah dan sukacita, bahkan Kami juga dapat memperluas jaringan pertemanan dari berbagai daerah dan mendapatkan pengalaman berharga,” ucapnya.

Ia berharap agar anak muda di Kalimantan dan seluruh Indonesia tetap melestarikan kebudayaan daerah seperti seni beladiri kuntau.

“Karena jika bukan kita, sebagai generasi muda, maka siapa lagi, anak Buaya Mencari Makan, pergi Melata di waktu pagi, seni Budaya kudu kita Lestarikan kalo bukan Kite Siape lagi,” ucap Rszky sambil berpantun.

Sementara itu, Kai Kadir, seorang guru kesenian tradisional kuntau yang berusia 60 tahun, adalah sesepuh dari desa Asam Cangkok, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.

Ia memiliki pandangan pribadi tentang perbedaan asal usul sejarah kesenian tradisional kuntau di Kalimantan Selatan. Masyarakat Banjar adalah bagian dari kelompok rumpun “Melayu” di kepulauan Melayu, dengan pusat pertumbuhan di Kalimantan.

“Masyarakat Banjar membawa tradisi kebudayaan mereka, termasuk seni bela diri, saat mereka pindah ke wilayah kepulauan Melayu, yang sekarang menjadi bagian dari Indonesia, seni bela diri ini dikenal sebagai “Pencak Seni Silat Kuntau Banjar,” ungkapnya.

Pada abad ke-14, orang Belanda datang ke Kalimantan untuk perdagangan dan mengejar sumber daya, terutama batu permata intan. Kondisi penjajahan Belanda menyebabkan orang Banjar dan keturunan Cina melakukan perlawanan bersama terhadap penjajah, melalui penggabungan dua kelompok masyarakat ini, terbentuklah seni bela diri yang disebut “Kuntau,” yang menggabungkan langkah-langkah unik dari kedua kelompok.

Seni bela diri Kuntau menjadi alat penting dalam perlawanan terhadap penjajah Belanda, dan penaklukan “Kali Intan” memakan waktu tiga puluh tahun. Seni bela diri Kuntau berkembang menjadi warisan tradisi yang dijaga oleh masyarakat Banjar dan terus beradaptasi dengan perubahan zaman. Hubungan baik antara masyarakat Banjar dan Jawa membantu mengubah seni bela diri ini, yang kemudian dinamakan “Seni Silat Kuntau Banjar.” Seni ini menjadi simbol persaudaraan Islam antara masyarakat Melayu.

‘’Para guru seni bela diri ini berharap agar warisan tradisi ini dapat diwarisi oleh generasi mendatang dari berbagai etnik Melayu, harapan untuk melestarikan kesenian tradisional kuntau melalui bimbingan seorang guru sesepuh adalah langkah yang sangat baik,” terangnya.

Ia juga berharap, hal ini akan membantu menjaga warisan budaya dan seni tradisional tersebut agar tetap hidup.

“Adalah penting untuk berkomunikasi dan belajar dengan penuh tekun dari guru sesepuh tersebut untuk memahami teknik, cerita, dan makna yang terkandung dalam kesenian kuntau. Juga, perlu diingat bahwa kesenian tradisional seringkali memerlukan dedikasi dan latihan yang berkelanjutan untuk menguasainya. Semoga usaha ini sukses dalam melestarikan budaya kuntau, seni Silat Kuntau Banjar adalah warisan yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi selanjutnya,” pungkasnya.

Penulis : Muhammad Helmi Nafarin

Editor : AS Pemil

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka