BerandaBudayaBeradu Dandang Selindang Mayang...

Beradu Dandang Selindang Mayang Sari Di Kabupaten HSS

Terbaru

KANDANGAN – H Akmad Jani (54), berasal dari Desa Hariti, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten HSS, adalah salah satu anggota Tim Layang-layang Dandang Salindang Mayang Sari yang berbagi kebahagiaannya saat menghadiri Festival Layang-layang Dandang di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Acara ini telah diadakan beberapa kali, termasuk yang terbaru pada 23 Oktober 2023 di Desa Padang, Kecamatan Simpur. Festival ini berlangsung meriah dan lancar, dihadiri oleh penduduk setempat, termasuk mereka yang datang dari luar Kabupaten Hulu Sungai Selatan, seperti daerah Rantau, Barabai, dan lainnya.

“Bedandang ini bertujuan untuk mengumpulkan para pecinta dandang yang datang dari berbagai kalangan dan usia dari Tapin dan HSS. Soalnya bedandang ini hanya ada di 2 kabupaten itu saja di Kalimantan Selatan, yang sudah diwariskan turun-temurun oleh para orang tua kita dulu dan kita lestarikan hingga saat ini,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan, layang-layang dandang Salindang Mayang Sari menjadi sorotan karena kemulusan penerbangannya dan desain menariknya.

“Main layang-layang dandang ini tidak bisa dilakukan seorang atau dua orang saja, soalnya layangan ini berukuran lebih besar dari layangan biasa,” tuturnya.

“Apalagi jika dandangnya sudah mengudara tinggi, ditambah bunyi dengungan yang nyaring, membuat pemain dandang merasakan kenikmatan tersendiri dari permainan yang sudah ada sejak zaman dulu ini, Sama halnya dengan dengungan yang terbuat dari batang bambu yang sudah berumur puluhan tahun yang dipasang di layang-layang dandang,” tambahnya.

Layang-layang ini berkibar dengan indah ketika diterpa angin kencang buntut layang-layang dandang selindang Mayang Sari keren bercurak motif yang uning , dan kukumbangan mereka menghasilkan suara merdu. Bahkan masyarakat yang menyaksikan pertunjukan ini memberikan bertepuk tangan dan sorak-sorai sebagai tanda apresiasi atas keunikan layang-layang dandang ini.

Layang-layang dandang Salindang Mayang Sari memiliki bentuk menyerupai burung Elang dengan ekor yang menggunakan selendang bermotif menarik. Ketika terbang di udara, ekor layang-layang dandang ini berkibar seperti putri duyung.

Banyak orang dari berbagai daerah ingin berfoto bersama layang-layang dandang Salindang Mayang Sari karena motifnya yang unik dan berkesan, bahkan banyak sekali team layang-layang dandang tradisional daerah masing-masing dengan motif corak yang unik dan berkesan bangat bagi team dan masyarakat apa bila menonton festival layang-layang dandang tradisional yang naik mengudara diatas angin kencang menghiasi langit biru.

Selain aspek visualnya, layang-layang dandang Salindang Mayang Sari juga memiliki makna historis yang mengisahkan kisah Putri Mayang Sari, yang diangkat menjadi saudara oleh Uria Mapas sebagai tanda perdamaian antara Sang Raja Banjar dan tanah Ma’anyan.

Putri Mayang Sari dikenal karena kecantikannya dan kemudian memimpin daerah Sangasari setelah Uria Mapas meninggal, selama kepemimpinannya, ia sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat, hasil panen, pembayaran pajak, serta melakukan kunjungan ke berbagai wilayah untuk membawa berkah dan keberuntungan.

Meskipun beragama Islam, sistem pemerintahannya mengikuti tradisi Dayak Ma’anyan, Putri Mayang Sari meninggal pada 15 Oktober 1615 dan dimakamkan dengan penghormatan di Sangarasi. Seluruh makna ini tercermin dalam motif dan desain layang-layang dandang Salindang Mayang Sari, perlombaan layang-layang dandang ini sangat bergantung pada angin kencang untuk menghasilkan suara merdu dan berdinamika saat terbang di udara.

Layang-layang dandang ini dibuat dari potongan-potongan bambu, baik yang besar maupun kecil, yang dirangkai menjadi bentuk seperti burung garuda atau alang terbang.

“Untuk ukuran kecil saja biasanya panjangnya mencapai 1,5 meter dan lebar 1 meter, sedangkan ukuran yang besar bisa mencapai 10 meter, apalagi berat sebuah layangan dandang bisa mencapai 10 kilogram hingga 30 kilogram lebih dengan rangka badan yang terbuat dari kayu ulin dan diberi buntut yang panjang. Jadi untuk mengangkat dan memainkannya hingga mengudara dibutuhkan kerjasama dan gotong-royong dari semua pemain untuk bisa menaikkan layang-layang dandang tersebut,Itu letak seninya bermain layang-layang dandang,” jelasnya.

Untuk membuat layang-layang ini dibutuhkan beberapa bahan seperti kayu ulin, kayu belangiran, plastik, tali nilon untuk mengikat, dan lem. Pertama-tama dibuat dulu rangka badannya menggunakan kayu ulin dan belangiran. Setelah itu barulah rangka badannya ditempeli dengan plastik.Karena ukurannya besar, terpaksa disambung dengan lem plastiknya.

Setelah selesai dandang tadi diberi buntut dari sarung yang disambung atau spanduk sepanjang 5 meter hingga 7 meter, setiap layang-layang yang dibuat diberi nama berbeda, ada yang dinamai Datu Pamulutan, Independen, dan lain sebagainya. Bahan tambahan seperti plastik atau kertas tebal digunakan untuk membentuk layang-layang.

Di tengah perkembangan zaman, masyarakat kini menciptakan rangkaian layang-layang dandang yang lebih modern, tetapi tetap mempertahankan akar tradisionalnya. Selain itu, layang-layang dandang ini memiliki ekor panjang yang terbuat dari beberapa potongan kain. Suara khas layang-layang dandang dikenal sebagai “kukumbangan” atau “kumbang” yang terbuat dari dua potongan bambu, besar atau kecil, yang dilubangi untuk menghasilkan suara.

Kukumbangan ini ada yang berusia cukup lama dan diwariskan turun temurun, bahkan ada yang berusia hingga 30 tahun. Bahkan ia menuturkan Dengungan ini merupakan warisan dari para orang tua mereka. Dan uniknya lagi dengungan ini tidak boleh disentuh apalagi sampai dipegang oleh perempuan yang sedang haid, pamali kata orang.

“Dulu pernah ada kisah dari orang tua kami, ada seorang perempuan yang sedang haid memegang dengungan ini eh saat layangan dinaikkan, dengungannya tidak berbunyi lagi, padahal dengungan itulah yang menjadi ciri khas dari layang-layang dandang tersebut. Dan kamipun mematuhi larangan tersebut sampai sekarang dan tidak berani melanggarnya,” terang Hj. Akmad Jani.

Pengrajin kukumbangan juga menjualnya dengan harga yang menguntungkan karena memiliki suara yang sangat merdu, menarik minat para kolektor. Selain melibatkan suara, layang-layang dandang ini juga memiliki motif dan corak yang unik.

Para pembuat dan pengrajin layang-layang ini menggunakan seni lukis untuk mengekspresikan ide dan gagasan mereka melalui lukisan yang diaplikasikan di tubuh layang-layang. setelah usai menaikkan layang-layang dandang, dengungan pun dilepas dan disimpan di dalam wadah khusus yang dibuat dari kain, agar dengungan ini awet hingga berumur puluhan tahun, saat disimpan diberi merica agar tidak berbubuk.

“Resep ini kami dapatkan dari para orang tua kami yang kami pakai hingga sekarang. Layang-layang dandang boleh berganti setiap tahunnya, tapi dengungannya tetap menggunakan warisan para orang tua kami. Kami ingin tetap melestarikan tradisi para orang tua kami hingga ke anak cucu kami nanti, soalnya kami bisa makin rakat mufakat satu-sama lainnya dengan layang-layang dandang ini. Kalau di kampung dandang ini bisa mengudara selama 2 hari dua malam dengan bunyi dengungannya yang khas,” ucapnya.

Motif dan corak ini tercipta secara spontan atas dasar kreativitas, imajinasi, dan keinginan, sehingga menghasilkan penampilan artistik yang serasi dengan karakter yang diinginkan. Dalam perlombaan layang-layang dandang, penilaian tidak hanya berdasarkan suara, tetapi juga motif dan desain yang menjadi faktor penentu, seperti yang dijelaskan oleh salah satu juri.

Tim Layang-layang Dandang Salindang Mayang Sari yang hadir di acara festival ini berharap agar tradisi perlombaan layang-layang dandang terus dilaksanakan secara rutin setiap tahun dan agar keberadaan layang-layang dandang ini tetap dilestarikan.

Sementara itu, Kai Dian, seorang sesepuh pemain kesenian Layang-layang Dandang dari Tim Pasak Bumi SBH Tapin Rantau, memiliki pandangan yang berbeda tentang sejarah kesenian Layang-layang Dandang tradisional di Kalimantan Selatan, khususnya daerah Hulu Sungai Selatan.

“Layang-layang dandang adalah tradisi budaya yang berakar di Kalimantan Selatan, Indonesia, terutama di daerah Hulu Sungai Selatan. Layang-layang ini memiliki ukuran yang lebih besar daripada layang-layang biasa, sering dihias dengan warna cerah dan motif tradisional, serta memiliki makna spiritual dalam budaya Dayak,” katanya.

Tradisi layang-layang dandang ini terkait erat dengan upacara adat, pernikahan, dan perayaan keagamaan, daya tarik layang-layang dandang ini juga terletak pada kemampuannya mengeluarkan suara khas saat terbang.

“Dandang dalam sebutan layang-layang dandang diambil dari alat memasak nasi tradisional di daerah Kalimantan Selatan,” imbuhnya.

Layang-layang dandang memiliki buntut sebagai penyeimbang dan kukumbangan yang menghasilkan suara khas. Pembuatan kukumbangan memerlukan keahlian khusus dan menggunakan bambu yang tahan terhadap korosi.

Tradisi layang-layang dandang ini dirayakan setiap tahun dalam festival, biasanya pada musim kemarau atau setelah panen padi. Layang-layang dandang menjadi salah satu ciri khas budaya di Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Tapin.

“Mereka terbangkan khususnya pada musim kemarau karena kondisi cuaca yang cocok, dan semoga kesenian layang-layang dandang tradisional ini tidak pernah hilang dan agar dinas kebudayaan dan pariwisata mengembangkannya lebih lanjut, sehingga masyarakat di luar Kalimantan Selatan juga bisa mengenal budaya layang-layang dandang ini,” jelasnya.

Dukungan dari pemerintah daerah di Hulu Sungai Selatan dan provinsi Kalimantan Selatan diharapkan dapat membantu generasi muda mengembangkan pengetahuan mereka dalam bidang kesenian layang-layang dandang tradisional daerah Hulu Sungai Selatan.

“Pentingnya melestarikan kesenian ini dengan sukacita, karena budaya adalah bagian dari kehidupan masyarakat di daerah Hulu Sungai Selatan yang membuat mereka bahagia,” pungkasnya.

Penulis : Muhammad Helmi Nafarin

Editor : AS Pemil

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka