BerandaOpini MerdekaPEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN...

Terbaru

MUHAMMAD ZAINAL RIFIE, S.STP

(Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Ilmu Pemerintahan ULM)

Pengelolaan Sampah Untuk Pembangunan Berkelanjutan

Jumlah penduduk sebesar 256 juta jiwa, Indonesia memiliki kebijakan yang berfokus pada peningkatan konsumsi penduduk berpenghasilan rendah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hasil dari peningkatan produksi dan aktivitas konsumsi adalah peningkatan sampah  Jumlah penduduk menentukan jumlah sampah yang dihasilkan. Di Indonesia, pengelolaan sampah telah berkembang secara signifikan. Indonesia menghasilkan 200.000 ribu ton sampah per hari pada tahun 2010, dan pada tahun 2012, jumlah tersebut meningkat menjadi 490.000 ton per hari atau rata-rata 179 ton per tahun. Di Indonesia, persentase sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) mencapai 69%; 10% ditimbun; 7% dikomposkan dan didaur ulang; 5% dibakar; dan 7% tidak dikelola. Pemerintah Indonesia membangun TPA di setiap provinsi untuk mengatasi masalah sampah.

Masyarakat dapat mengalami eksternalitas positif atau negatif dari status TPA sebagai fasilitas umum. Salah satu penyebab kegagalan pasar adalah eksternalitas. Karena keberadaan TPA yang sering kali berdekatan dengan pemukiman masyarakat, maka masyarakat mengalami eksternalitas. Oleh karena itu, perlu dicari cara untuk memaksimalkan eksternalitas positif dan mengurangi eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh keberadaan TPA. Pengelolaan TPA yang lebih baik adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan. Pemerintah saja tidak dapat memenuhi tugas pembangunan; semua individu berperan dalam mempromosikan kesejahteraan sosial dan meningkatkan standar hidup. Pengembangan masyarakat adalah pendekatan pekerjaan sosial yang melibatkan penyedia layanan dan penerima layanan dalam proses perencanaan. Program-programnya dicirikan oleh tiga elemen kunci: berbasis masyarakat, berbasis sumber daya lokal, dan berkelanjutan. Meskipun kemampuan dan kemakmuran masyarakat melalui pemberdayaan anggota adalah hasil yang diinginkan.

Penilaian dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari TPA di Indonesia merupakan tujuan utama dari makalah ini, dengan mempertimbangkan latar belakang yang telah disebutkan di atas. Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengumpulkan data mengenai eksternalitas TPA bagi lingkungan sekitar serta fungsi pengembangan masyarakat sebagai upaya metodis untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, khususnya kelompok kurang mampu, dalam memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada. Oleh karena itu, upaya tersebut membutuhkan modal sosial untuk mewujudkannya. Istilah “modal sosial” mengacu pada sumber daya individu dan kelompok yang berguna untuk pengembangan masyarakat dan dapat dimobilisasi melalui hubungan sosial. Melalui pembangunan ekonomi, perbaikan pemerintahan, keamanan lingkungan, organisasi masyarakat, dan peningkatan kesehatan masyarakat, modal sosial memberikan dampak yang baik bagi masyarakat.

Analisis Eksternalitas

Keberadaan TPA menimbulkan dampak bagi masyarakat sekitar yang terbagi dalam tiga aspek, yaitu dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial. Dampak yang diperoleh dapat berupa eksternalitas positif maupun negatif seperti yang tercantum dalam tabel 1.

Tabel 1. Dampak keberadaan TPA

VariabelSetuju.Tidak setuju
Terganggunya Kesehatan Degradasi kebersihan lingkungan Tersedianya lapangan kerja baru Peningkatan pembangunan Perubahan perilaku (hubungan yang baik) Terjadinya konflik sosial16% 49% 93% 80% 92% 15%84% 51% 7% 20% 8% 85%

Tabel 1 menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan dampak negatifnya, mayoritas masyarakat di sekitar wilayah sampah telah mendapatkan manfaat yang lebih signifikan dari keberadaan TPA. Sebagai contoh, pada pernyataan gangguan kesehatan, 84% masyarakat tidak setuju bahwa keberadaan TPA telah mengganggu kesehatan mereka, sementara hanya 16% yang setuju.

Estimasi nilai eksternalitas negatif dan positif dari TPA

Satu-satunya keuntungan langsung yang diterima masyarakat dari TPA-yaitu uang yang diperoleh dari bekerja sebagai pemulung dan ternak-akan diperhitungkan ketika menganalisis eksternalitas positif. Nilai tahunan dari eksternalitas positif yang diperoleh masyarakat sekitar TPA dari TPA adalah sekitar Rp 404.900.000,00. Pembangunan TPA telah meningkatkan pendapatan masyarakat sebesar Rp 11.450.000,00 untuk pemulung dan Rp 22.292.000,00 untuk peternak, sesuai dengan hasil kajian terhadap dampak positif yang dialami masyarakat.

Ada dua teknik yang digunakan untuk mengukur eksternalitas negatif yang dialami masyarakat sebagai akibat dari keberadaan TPA, yaitu biaya penggantian dan biaya penyakit. Biaya penggantian adalah biaya yang harus dibayar oleh masyarakat karena adanya TPA. Estimasi nilai eksternalitas negatif dari TPA. Oleh karena itu, estimasi biaya keseluruhan yang harus ditanggung oleh masyarakat dari eksternalitas negatif yang diakibatkan oleh keberadaan TPA adalah sebesar Rp 37.860.000,00 per tahun, atau Rp 3.155.000,00 per bulan, jika biaya penyakit dan biaya penggantian dijumlahkan.

Rantai nilai dan nilai tambah limbah kimia TPA

Terdapat rantai nilai dalam proses pemanfaatan sampah TPA yang berpotensi memberikan nilai tambah bagi semua pihak yang terlibat dalam aliran rantai nilai tersebut. Berdasarkan hasil makalah diperoleh pola rantai pasok dari pemanfaatan sampah kimia untuk didaur ulang. Sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir meliputi sampah kimia dan organik. Pupuk kompos dan pakan ternak adalah dua pemanfaatan sampah organik. Sampah kimia digunakan oleh pemulung dalam proses daur ulang. Setiap terminal penjualan, dalam hal ini pemulung, memiliki nilai sampah yang berbeda. Proses pengolahan sampah inilah yang menyebabkan perubahan nilai sampah. Salah satu manfaat dari TPA adalah nilai tambah dari sampah kimiawi yang dapat meningkatkan keuntungan pemulung dan pengepul. Penghasilan masyarakat sekitar TPA meningkat karena adanya nilai tambah dari sampah kimia dalam proses daur ulang, khususnya bagi pemulung dan pengepul sampah. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan kota.

Limbah kimia, yang sebagian besar masih digunakan oleh masyarakat sebagai sumber pendapatan utama mereka, merupakan salah satu sampah yang ditimbun di TPA. Proses daur ulang dan pemanfaatan limbah kimia yang berasal dari TPA telah menghasilkan peningkatan nilai tambah dari limbah tersebut, sehingga harga jual limbah meningkat dibandingkan dengan kondisi di mana limbah dibiarkan menumpuk. Rantai nilai yang dapat memberikan nilai tambah bagi semua pihak yang terlibat dalam alur rantai nilai tersebut terdapat pada proses pemanfaatan sampah yang berasal dari TPA.

Perhatian lebih diperlukan karena keberadaan TPA memiliki eksternalitas positif dan negatif bagi kota. Berdasarkan makalah sebelumnya, telah dibuktikan bahwa eksternalitas yang menguntungkan dari TPA cenderung lebih besar daripada dampak negatifnya terhadap perekonomian. Masyarakat setempat akan dapat menciptakan lapangan kerja baru sebagai hasil dari tersedianya peluang perusahaan baru, sehingga pendapatan meningkat secara dramatis. Kehidupan sosial kota yang semakin berkembang serta kerja sama dan kepedulian antara penduduk lokal dan pendatang juga sebanding. Sektor lingkungan mengalami eksternalitas negatif terbesar, dengan polusi udara dan air menjadi masalah utama yang terutama mempengaruhi masyarakat setempat.

Pengelolaan TPA yang lebih baik ditunjukkan dengan penyediaan sarana dan prasarana, serta pertumbuhan komunitas TPA melalui bimbingan dan pelatihan. Dalam upaya untuk mengelola masalah atau kelemahan dan mengatasi hambatan dan ancaman, pelaksanaan program pengembangan masyarakat diawasi untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang. Perumusan, pengorganisasian, koordinasi, dan sinkronisasi program merupakan strategi yang digunakan dalam proses ini.

Menurut temuan makalah ini, Muhammadiyah melakukan pemberdayaan masyarakat di TPA Piyungan Yogyakarta. Dalam rangka memberikan akses yang lebih besar kepada masyarakat terhadap situasi sosial dan ekonomi yang lebih baik dari sebelumnya, Muhammadiyah melakukan pemberdayaan melalui berbagai inisiatif pengembangan masyarakat. Masyarakat sekitar TPA, khususnya para pemulung, merupakan fokus dari inisiatif pengembangan masyarakat yang dilaksanakan. Seluruh rangkaian kegiatan dilaksanakan secara partisipatif. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan potensi dan kesejahteraan masyarakat sekitar dengan memberdayakan komunitas pemulung dari segi ekonomi, sosial, dan spiritual.

Muhammadiyah telah mengelola lingkungan dengan menggunakan model kelompok, dengan memungut sampah di TPA sebagai profesi mereka. Para pemulung ini kemudian berkumpul dan membentuk paguyuban Mardiko. Konsep kelompok ini telah efektif dalam meningkatkan modal sosial, terutama kepercayaan dan kolaborasi di antara masyarakat setempat. Pembentukan kelompok ini memungkinkan untuk melakukan proses advokasi terhadap kondisi lingkungan TPA dengan cara yang efisien. Berbagai kegiatan kelompok, seperti pertemuan sosial seperti rapat kelompok, pertemuan spiritual (pengajian), dan kegiatan peningkatan kesehatan (pemeriksaan kesehatan), telah direncanakan secara rutin.

Universitas, lembaga zakat, badan amal, dan rumah sakit telah menjadi bagian dari proses pemberdayaan pemulung di TPA Muhammadiyah. Meskipun setiap lembaga yang terlibat memainkan fungsi yang berbeda, Muhammadiyah mengawasi pelaksanaannya. Universitas menyediakan akademisi dan relawan mahasiswa untuk memfasilitasi dan menjadi narasumber untuk berbagai kegiatan kelompok pemulung. Lembaga amal dan zakat, dalam hal ini LazisMu, juga berkontribusi dengan bertindak sebagai perantara atau penyalur dana yang diterima dari tanggung jawab sosial perusahaan dari berbagai perusahaan swasta dan pemerintah serta perorangan. Rumah sakit berkontribusi dengan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin bagi para pemulung. Hasil evaluasi terhadap model pemberdayaan kolaboratif di TPA menunjukkan bahwa model ini efektif dan mampu menjamin proses pemberdayaan yang berkelanjutan.

Penutup

Dari sudut pandang ekonomi, sosial, dan lingkungan, TPA menciptakan eksternalitas positif dan negatif bagi masyarakat, menurut hasil studi eksternalitas. Eksternalitas positif berupa: a) peningkatan pendapatan masyarakat akibat penyerapan tenaga kerja; b) peningkatan kerjasama pendatang dan penduduk lokal; dan c) peningkatan pembangunan infrastruktur dan fasilitas di sekitar TPA. Namun demikian, terdapat juga eksternalitas negatif berupa a) polusi udara dan air, dan b) penurunan kebersihan lingkungan. Estimasi nilai eksternalitas positif tahunan yang diperoleh masyarakat dalam bentuk peningkatan pendapatan adalah sebesar Rp 404,9 juta, sedangkan estimasi nilai eksternalitas negatif tahunan yang berasal dari masyarakat yang harus mengeluarkan biaya penggantian dan biaya pengobatan adalah sebesar Rp 37,8 juta. Dengan demikian, nilai eksternalitas positif TPA lebih besar daripada nilai eksternalitas negatifnya.

Program pengembangan masyarakat dapat digunakan untuk mengatur eksternalitas positif dan negatif yang dialami oleh masyarakat setempat sebagai akibat dari keberadaan TPA. Melalui program penyuluhan yang melibatkan pelatihan dan pendampingan bagi masyarakat sekitar TPA, maka dimungkinkan untuk memaksimalkan eksternalitas baik yang diterima masyarakat sekaligus mengurangi eksternalitas negatif yang dihasilkan TPA.

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka