BerandaHabar BanjarTim Cagar Budaya Ungkap...

Tim Cagar Budaya Ungkap Fakta Temuan Diduga Benda Antik di Sungai Rangas

Terbaru

Pendahuluan

Pada hari Senin 12 Desember 2022, Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Banjar beserta Kabid Kebudayaan dan staf Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Banjar meninjau temuan masyarakat Desa Sungai Rangas.

Kendaraan tim diparkir di halaman kantor Desa Sungai Rangas, kemudian berjalan kaki menuju lokasi penemuan melewati pemukiman dan jalan konblok objek Wisata Sungai, di Desa Sungai Rangas yang asri. Di lokasi sudah menunggu Camat, anggota Polsek, anggota Koramil Martapura Barat, Kepala Desa Sungai Rangas, dan beberapa awak media.

Tim datang ke lokasi dengan tujuan untuk melakukan pengamatan terhadap temuan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) dan melakukan dialog atau wawancara dengan pihak yang menemukan.

Hasil Peninjauan dan Analisis

Benda-benda ODCB disimpan di rumah Bapak Masruni alias Oneng (41 tahun) di RT 03, Sungai Rangas Tengah. Menurut Masruni, dirinya menemukan keramik-keramik di Sungai Martapura yang berada di depan rumahnya pada hari Sabtu tanggal 10 Desember 2022 sekitar pukul 17.00 wita.

Waktu itu dirinya sedang mandi, ketika mau naik ke tangga sungai, dirinya menjejak benda keras. Karena penasaran kemudian dia menyelam dan kemudian menemukan sejumlah keramik berbentuk guci kecil, piring, dan mangkok di lokasi yang berdekatan di sekitar tangga sungai.

Tidak berselang lama, penduduk sekitar juga menemukan golok dan samurai di lokasi yang berdekatan dengan temuan keramik. Temuan-temuan tersebut kemudian disimpan di rumah Bapak Masruni.

Dari pengamatan tim, ada 15 ODCB berbahan keramik dan 3 senjata yang berada di rumah Masruni. Temuan-temuan tersebut adalah:

  1. Piring hijau berdiameter ±50 cm dengan list anyaman rotan
  2. Piring bergambar ikan warna warni
  3. Piring bermotif kaligrafi Surat Al Iklas
  4. Piring bermotif kaligrafi surat al-Falaq
  5. Piring bertuliskan VOC
  6. Piring bergambar naga warna warni ukuran besar
  7. Piring hijau bergambar naga ukuran besar
  8. Piring bergambar naga warna biru ukuran sedang
  9. Piring biru bergambar ikan kondisi retak
  10. Guci kecil warna hijau motif naga, dengan bertutup a
  11. Guci kecil warna hiaju motif naga bertutup b
  12. Teko warna hitam polos tanpa tutup
  13. Guci warna hijau motif naga, ukuran sedang tanpa tutup
  14. Mangkok biru motif flora ukuran sedang
  15. Mangkok biru motif perbukitan ukuran besar
  16. Samurai Panjang
  17. Samurai pendek/pedang
  18. Golok

Dari 18 objek tersebut, diklasifikasi berdasar bahan ada dua jenis yaitu bahan keramik berbentuk wadah (15 objek) dan bahan logam berbentuk senjata (3 objek). Keramik berbentuk wadah terdiri dari piring (9 piring), guci (3 guci), 1 teko, dan 2 mangkok. Jenis senjata terdiri atas pedang pendek, pedang panjang/ samurai, dan golok.

Identifikasi objek keramik berdasar pada motif hiasan, bahan, dan teknologi. Berdasar pengamatan tim, keramik-keramik yang ditemukan di Sungai Rangas tersebut mempunyai pola hias yang beragam mulai dari stilasi flora, naga, ikan, kaligrafi, dan logo VOC. Pola hias tersebut trend pada abad 17 s.d 19 Masehi.

Tim mengamati temuan dan wawancara dengan penemu kopiah putih
Tim cagar budaya dan Disbudporapar Kabupaten Banjar mendatangi rumah warga penemu diduga barang antik untuk melihat langsung dan menindaklanjuti berupa pengkajian keaslian barang-barang tersebut. (Foto:AndiSyam untuk Habarkalimantan)

Tentang Keramik

Keramik adalah semua barang yang terbuat dari tanah liat yang dibakar, meliputi tembikar/gerabah (earthenware), batuan (stoneware), dan porselen. Ketiga jenis keramik tersebut secara teknologis dibedakan menurut bahan dasar dan suhu pembakarannya.

Tembikar terbuat dari bahan tanah liat dan campuran bahan lain seperti pasir, hancuran kerang, sekam atau hancuran tembikar dibakar dengan suhu pembakaran antara 350°Celcius – 1000°Celcius. Karena sifat bahan dan pembakarannya tidak terlalu tinggi, sehingga jenis tembikar berpori banyak, bersifat menyerap air, dan tembus cahaya.

Stoneware terbuat dari bahan tanah liat yang bersifat silika (kaca), dibakar pada suhu 1150°Celsius – 1300°Celsius. Barang jenis stoneware mempunyai permeabilitas rendah sehingga tidak menyerap air, juga tidak tembus cahaya.

Porselin terbuat dari bahan kaolin (tanah liat putih) dan mineral feldspar. Kaolin hanya lebur pada suhu pembakaran yang sangat tinggi, sedangkan feldspar merupakan tanah liat putih dari batu granit yang telah membusuk.

Kedua material penyusun porselin tersebut dibakar pada suhu 1250°Celcius – 1350°Celcius, sehingga porselin bersifat kedap air, tidak berpori dan tembus cahaya (Riawan, 2007:1, Rangkuti, 2008:1).

Sebagian besar keramik yang ditemukan di Sungai Rangas adalah keramik bentuk wadah, yaitu mangkok, guci kecil, dan piring. Wadah terbuka berbentuk mangkok (2 mangkok) warna putih terang dengan hiasang pola hias flora, bunga dan perbukitan warna biru, pada badan luar dan dalam.

Satu piring berwarna putih terang dengan pola hias bunga flora dan tulisan VOC di tengahnya. Ketiganya dengan teknik hiasan di bawah glasir (underglaze).

Ada 5 piring dengan warna dasar putih bergambar naga. ikan dan kaligrafi dengan berbagai warna yang disebut keramik jenis polikrom (banyak warna, terutama hijau, merah, kuning emas).

Teknik hias tersebut merupakan gabungan antara teknik kuas dan relief. Tiga guci kecil dari Sungai Rangas dengan hiasan naga dengan warna mencolok merupakan jenis polikrom. Keramik jenis polikrom yang dicirikan dengan keberadaan glasir di atas pola hias. Keramik jenis ini dibuat sekitar abad ke 18 akhir hingga 20 awal (Masa Qing).

Pada jenis keramik tua, mangkok dan piring berwarna putih dengan pola hias suluran atau flora warna biru, motif naga, maupun ikan dengan enamel glaze (glasir email dari unsur logam) mempunyai penampakan yang tidak bening, cenderung buram.

Keramik enamel glaze dan keramik underglaze dengan hiasan ceplok bunga di badan luar dan dasar jenis ini merupakan keramik dari masa Ming akhir (akhir abad ke-17) yang dibuat pada kiln pribadi di Fujian ketika keramik mencapai puncak kejayaannya. Pada masa tersebut keramik dibuat secara massal untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat, sehingga banyak keramik yang berkualitas rendah (Riawan, 2007:4-14).

Pada keramik yang tua, warna cerah/merah berada di bawah glasir (underglaze), sedangkan warna hijau dan coklat berada di atas glasir sehingga teraba kasar. Akan tetapi pada keramik di Sungai Rangas ini semua hiasan berada di bawah glasir (underglaze), yang teraba halus dan tampak berkilau.

Pola hias naga dan ikan pada keramik tua tampak buram, sedangkan temuan di Sungai Rangas ini tampak jelas dan glossy. Hal tersebut menunjukkan bahwa keramik-keramik tersebut meniru model bentuk dan pola hias keramik asing yang tua, tetapi dibuat pada masa kini di industri keramik lokal, mungkin di Jawa Tengah (Klampok, Banyumas) atau Jawa Timur (Dinoyo, Malang), atau di Singkawang (Kalimantan Barat).

Piring berwarna hijau seolah mirip dengan bahan batu giok. Bagian tepian piring diberi list anyaman rotan dalam kondisi masih baik dan kuat. Piring tersebut tampak glossy dan tidak tampak kadanya serat batu yang menunjukkan batu asli.

Ada juga satu piring berwarna biru tua dengan motif hias ikan dalam kondisi retak dan bekas dilem dengan teknik penyambungan yang rapi. Teknik glasir yang berkilau menunjukkan bawa piring ini merupakan produk baru.

Lokasi temuan di bagian tepi Sungai Martapura di seberang rumah Bapak Masruni
Aktivitas warga di lokasi penemuan diduga barang antik di Desa Sungai Rangas, Kabupaten Banjar.(AndiSyam untuk Habarkalimantan)

Beberapa Kejanggalan temuan ODCB

Selain analisis artefaktual berkaitan dengan bentuk, bahan, teknik pembuatan, dan fungsi, analisis artefak atau ODCB dikaitkan dengan konteks dimana temuan tersebut berada atau ditemukan, mengapa ada di situ, dan siapa yang membawa ke tempat itu.

Menurut penuturan si penemu, Masruni, keramik-keramik tersebut ditemukan di dasar sungai di bagian tepi Sungai Martapura di dekat tangga naik. Masruni dan masyarakat sekitar setiap hari mandi di lokasi tersebut.

Ada beberapa kejanggalan dalam hal ini, yaitu :

Lokasi temuan merupakan bagian tepi sungai yang setiap hari digunakan oleh masyarakat untuk mandi, bahkan sempat beberapa kali mengalami pendangkalan tetapi tidak pernah kelihatan tanda-tanda keberadaan keramik atau senjata logam seperti yang ditemukan tersebut.

Jika temuan OCB tersebut terbawa arus sungai dari hulu, posisi temuan akan tersebar acak dalam kondisi pecah atau retak alami. Akan tetapi temuan di Sungai Rangas ini ditemukan di lokasi yang berdekatan dalam kondisi utuh. Ada satu piring warna biru dalam kondisi retak dengan bekas sambungan yang rapi. Berdasar pengalaman lapangan, tidak ada piring pecah yang kemudian disambung dan digunakan kembali, karena umumnya si pemiliknya orang kaya yang tidak akan menggunakan barang rusak.

Piring warna hijau yang meniru jenis piring giok yang bagian tepinya diberi list anyaman rotan. Kondisi rotan masih bagus dan tidak lapuk. Loginya, rotan merupakan bahan organic yang akan lapuk atau hancur jika terendam air cukup lama. Hal tersebut menunjukkan bahwa piring tersebut belum lama berada di dalam air/sungai.

Bagian belakang dua piring dengan hiasan kaligrafi terdapat gantungan kawat dengan kondisi kawat masih cukup bagus. Kawat merupakan material logam yang mengandung besi sehingga akan mengalami karat dan rapuh apabila terendam dalam air cukup lama. Kondisi kawat yang masih cukup bagus dan utuh menunjukkan bahwa benda tersebut baru saja berada di dalam sungai.

Temuan tiga senjata berupa samurai, pedang pendek, dan golok berbahan logam, ketiganya dalam kondisi cukup bagus tanpa karat maupun keropos. Logika dan pengalaman lapangan menunjukkan bahwa benda logam akan mengalami korosi atau karat jika berada dalam air karena air mengandung oksigen (H2O) yang tinggi. Disimpulkan bahwa senjata tersebut belum lama berada di dalam air.

Bentuk senjata samurai dan golok di Sungai Rangas sangat tipis dan lentur. Bentuk senjata yang lentur tidak pernah ditemui dalam senjata kuno di mana pun, baik di Jepang maupun Indonesia. Data lapangan menunjukkan bahwa bentuk tersebut marak pada masa kini dan sebagai salah satu modus sindikat barang antik palsu/tiruan. Barang tersebut buatan lokal (Tulung Agung- Jatim) atau Kerawang -Jawa Barat dan banyak dijual di pasar barang antik lokal.

Proses penemuan 18 benda tersebut hanya memerlukan waktu selama 2 hari di lokasi yang berdekatan.

Tidak ada data riwayat atau sejarah yang berkaitan dengan kebudayaan, pendidikan, perekonomian/perdagangan maupun penyebaran agama di sekitar lokasi tersebut.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis artefaktual dan kejanggalan-kejanggalan kontekstual dari ODCB tersebut, TACB Kabupaten Banjar menyimpulkan bahwa OBCB tersebut tidak layak untuk disebut ODCB maupun Cagar Budaya, karena:

  1. Tidak mempunyai otentisitas atau keaslian objek, umur di bawah 50 tahun
  2. Tidak mempunyai massa, gaya, dan konteks yang jelas.
  3. Tidak mempunyai nilai penting bagi sejarah, kebudayaan, pendidikan, maupun perkembangan agama.

Referensi

  1. Adhyatman, S. (1990) Antique Ceramics found in Indonesia. Second edi. Jakarta: Ceramic Society of Indonesia.
  2. Rangkuti, Nurhadi; Pojoh, Inge; dan Harkantiningsih, Naniek. 2008. Buku Panduan Analisis Keramik. Jakarta: Puslitbang Arkenas.
  3. Riawan, Indra. ed.2007. Katalog Selektif Koleksi Keramik Museum Seni Rupa dan Keramik. Jakarta: Museum Seni Rupa dan Keramik, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Prov. DKI Jakarta.
  4. Sumber : Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Banjar

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka