BerandaNasionalDidakwa Korupsi Rp 17...

Didakwa Korupsi Rp 17 Miliar, Eks Menteri Kominfo Jhony G Plate dan Dua Orang Lainnya Terancam 20 Tahun Penjara

Terbaru

Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate pada Selasa (27/6) menjalani sidang perdana atas dugaan korupsi pembangunan infrastruktur komunikasi untuk daerah terluar dan tertinggal di Indonesia yang dikelola kementeriannya.

Dalam sidang pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut, Johnny dituduh mendapat keuntungan pribadi sebesar Rp17 miliar dalam proyek yang disebut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan telah merugikan negara Rp8,23 triliun itu.

Jaksa juga mendakwa Johnny telah menerima fasilitas dari beberapa pengusaha rekanan kementerian seperti dibayari hotel saat perjalanan dinas ke luar negeri dan ditraktir bermain golf sebanyak enam kali di Jakarta.

“Terdakwa Johnny Plate telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum yakni Telah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi,” kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Johnny ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada 17 Mei 2023, usai diperiksa sebanyak tiga kali.

Persidangan politikus Partai Nasional Demokrat tersebut dimulai sekitar pukul 10.30 WIB. 

Johnny yang menghadiri persidangan dengan mengenakan batik bercorak cokelat mendengarkan dakwaan jaksa bersama dua terdakwa lain yakni Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli Human Development dari Universitas Indonesia Yohan Suryanto.

Jaksa mendakwa Anang telah mendapat keuntungan pribadi sebesar Rp5 miliar dan Yohan Rp453 juta dalam proyek tersebut.

Akibat perbuatannya, Johnny, Anang, dan Yohan terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Selain menilap dana proyek, jaksa juga menyebut Johnny beberapa kali memerintahkan Anang untuk mengirimkan uang korupsi proyek untuk membantu korban banjir, yayasan pendidikan, dan gereja di kampung halamannya di Nusa Tenggara Timur.

Perintah itu disampaikan Johnny kepada Anang pada sejumlah kesempatan dalam kurun 2020 hingga 2022.

Kejaksaan Agung sejauh ini telah menetapkan delapan pesakitan dalam korupsi pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G periode 2020-2022 tersebut.

Selain Johnny dan kedua orang lain yang disidang bersamaan, kasus itu menyeret pula tiga petinggi perusahaan telekomunikasi yakni Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak.

Dua tersangka lain adalah Windi Purnama yang merupakan orang kepercayaan Irwan Hermawan dan Direktur Utama PT Basis Utama Prima, Yusrizki.

Menurut jaksa, negara mengalami kerugian dalam proyek ini karena Johnny membayar lunas bea proyek, bahkan memberikan perpanjangan waktu pekerjaan tanpa menghitung kemampuan perusahaan untuk menuntaskannya.

Padahal dalam setiap rapat Johnny menerima laporan yang menyatakan bahwa pengerjaan infrastruktur mengalami keterlambatan rata-rata 40 persen dan dikategorikan kontrak kritis.

“Tapi terdakwa (Johnny) tetap menyetujui langkah-langkah yang dilakukan Anang Achmad Latif yaitu membayarkan pekerjaan 100 persen,” kata jaksa.

Berbau politik

Johnny menyangkal beragam tuduhan yang disampaikan jaksa dan mengatakan akan mengajukan pembelaan dalam sidang lanjutan pada Selasa pekan depan (4/7).

“Saya tidak melakukan apa yang didakwakan. Nanti saya akan buktikan,” ujar Johnny, tanpa memerinci bukti-bukti yang disiapkan.

Anang dan Yohan juga akan mengajukan pembelaan pada persidangan lanjutan.

Menyusul kasus ini, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah memberhentikan Johnny pada Mei lalu dan mengatakan akan melantik penggantinya dalam waktu dekat.

Johnny merupakan menteri kelima sepanjang pemerintahan Presiden Jokowi yang menjadi tersangka korupsi setelah mantan Menteri Sosial Idrus Marham, mantan Menteri Olahraga Imam Nahrawi, mantan Menteri Kelautan Edhy Prabowo, dan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.

Merujuk laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dalam rencana awal yang digagas pada 2020, Kementerian Komunikasi dan Informatika menargetkan pembangunan sekitar 10.000 BTS 4G di ribuan desa di Indonesia, terutama di wilayah terluar dan terpencil, sebagai bentuk dukungan rencana transformasi digital yang digagas Presiden Jokowi.

Sebanyak 7.904 BTS di lokasi terpencil dan tertinggal dibangun oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau BAKTI — sebuah badan layanan umum di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika, sementara sisanya dilimpahkan kepada pihak swasta.

Namun belakangan, pengerjaan infrastruktur yang dibagi ke dalam lima paket tersebut berjalan lamban. Hingga Mei 2022, tercatat baru 1.179 BTS yang dituntaskan.

Kelambanan dipicu sejumlah hal seperti pandemi COVID-19, penghentian produksi perangkat 4G yang membuat vendor tidak dapat beroperasi penuh, dan kondisi keamanan terutama di Papua yang membuat pengerjaan terganggu.

Dalam pemeriksaan BPK pula, terdapat kelebihan pembayaran dalam sejumlah paket proyek dan sejumlah klausul kontrak yang melemahkan posisi BAKTI.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh dalam pernyataan pers pada Senin (15/5) mengatakan, modus korupsi pembangunan BTS 4G dilakukan dengan memasukkan biaya untuk kegiatan penyusunan kajian pendukung, penggelembungan harga bahan baku, dan membayar BTS yang belum terbangun.

Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh dalam keterangan pers tak lama usai penetapan Johnny sebagai tersangka sempat menyinggung soal intervensi politik dalam kasus hukum yang menjerat kadernya, menyusul keputusan partai mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang notabene tokoh yang berseberangan dengan Jokowi sebagai calon presiden pada pemilihan umum 2024.

“Kalau benar (intervensi politik), mungkin hukum alam nanti yang akan dihadapkan pada itu,” ujar Surya.

Presiden Jokowi belakangan menyanggah pendapat Surya Paloh tersebut.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi, Bonyamin Saiman, kasus Johnny memang sulit dikesampingkan dari perseteruan politik antara Jokowi serta partai-partai pendukungnya dan Nasional Demokrat.

“Wajar muncul persepsi seperti itu karena bersamaan dengan momen hubungan yang tidak baik antara Istana dan Nasdem,” ujar Bonyamin.

Koordinator lembaga antikorupsi Indonesia Corruption Watch, Agus Sunaryanto, enggan berpolemik terkait dugaan intervensi politik dalam kasus Johnny, dengan mengatakan, “Biarkan persidangan yang membuktikan apakah ada kepentingan politik atau tidak.”

Wakil Ketua Partai Nasional Demokrat, Ahmad Ali, berharap persidangan dapat membuka perkara tersebut secara terang benderang, sehingga dapat menemukan aktor utama korupsi dan menghilangkan beragam spekulasi di tengah masyarakat.

“Kami berharap akan membuka tabir yang selama ini belum terbuka. Apa benar Johnny Plate itu korupsi Rp8 triliun? Apa benar Nasdem mendapat manfaat dari kasus BTS?” ujar Ahmad dalam keterangan kepada wartawan.

Artikel Ini Telah Terbit Sebelumnya Dengan Judul : Didakwa korupsi Rp17 miliar, eks menteri Johnny Plate terancam 20 tahun penjara

Trending Minggu Ini

Kamu mungkin juga suka